Sumber ajaran Islam

1. Pendahuluan
Islam diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW sebagai penyempurna ajaran-ajaran agama terdahulu dan mengubah penyimpangan-penyimpangan yang terjadi saat itu menjadi suatu kebenaran sesuai dengan apa yang Allah SWT perintahkan. Agama yang hanya ada disisi Allah SWT hanyalah agama Islam. Hal ini telah difirmankan Allah SWT di Surat Ali Imran ayat 19 yang berbunyi:
Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab[189] kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.” (QS. Ali Imran: 19)
Nabi Muhammad SAW menyebarkan ajaran Islam dengan sumber-sumber ajaran yang perlu kita ketahui, pelajari, pahami, dan amalkan. Sumber-sumber ajaran Islam ini terdiri dari al-Quran, Hadits, Ijma’, dan Ijtihad.

2. Pembahasan
a.      Al-Quran: sebab turunnya, kandungannya, dan sistematikanya
Al-Quran adalah kumpulan firman Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril sebagai salah satu mukjizat yang keasliannya akan tetap terjaga hingga akhir zaman. Sebab diturunkannya al-Quran kepada Nabi Muhammad SAW adalah banyaknya perbuatan dan pertanyaan yang belum bisa terjawab sehingga al-Quran menjadi jawabannya. Selain itu, al-Quran juga menjadi jawaban bagi peristiwa-peristiwa yang belum terpecahkan.
Banyak sekali isi kandungan dari al-Quran yang meliputi berbagai aspek kehidupan manusia, diantaranya yaitu:
i.     Akhlak dan adab adalah budi pekerti atau kelakuan.[1] Segala sesuatu yang mengatur tentang budi pekerti atau kelakuan dalam kehidupan sehari-hari telah tercantum di dalam al-Quran.
ii.   Hukum pidana yaitu hukum yang dijelaskan di dalam al-Quran seperti mencuri, membunuh, berzina, dan menjelaskan sanksi-sanksi yang diakibatkannya.
iii.Ibadah yang meliputi tentang shalat, puasa, zakat, berdoa, maupun berhaji.
iv. Sejarah orang-orang terdahulu agar manusia dapat mengambil hikmah dari setiap kisah yang diceritakan di dalam al-Quran.
Al-Quran turun kepada Nabi Muhammad SAW secara bertahap selama 22 tahun, 2 bulan, dan 22 hari. Al-Quran berisi 114 surat yang terbagi dalam 30 juz. Ayat pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW adalah Surat al-Alaq ayat 1 sampai 5 yang berbunyi:
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-Alaq: 1-5)
Surat-surat dalam al-Quran terbagi menjadi 2, yaitu:
i.      Surat Makkiyah adalah surat yang ayat-ayatnya diturunkan di Mekkah sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah. Surat Makkiyah bercirikan: ayat-ayatnya pendek-pendek, berawalan “yaa ayyuhannaas”, dan menerangkan tentang keimanan, perintah, ancaman, serta kisah-kisah umat terdahulu.
ii.   Surat Madaniyyah adalah surat yang ayat-ayatnya diturunkan di Madinah setelah Nabi Muhammad SAW hijrah. Surat Madaniyyah bercirikan: ayat-ayatnya panjang-panjang, berawalan “yaa ayyuhalladziina amanu”, dan menerangkan tentang peraturan bermasyarakat, ketatanegaraan, dan urusan duniawi lainnya.

b.      Hadits (Sunnah): pengertian, derajat, dan penerapannya
Hadits menurut istilah adalah perkataan, perbuatan, dan takrir (diam sebagai tanda setuju atau boleh atas perbuatan sahabat) Nabi Muhammad SAW.[2] Hadits merupakan sumber ajaran Islam selain al-Quran yang digunakan sebagai pelengkap dan perinci ajaran-ajaran yang terdapat  pada al-Quran.
Setiap perkataan, perbuatan, dan takrir Nabi Muhammad SAW dapat kita ikuti sesuai dengan derajat-derajat yang ada pada hadits. Banyak derajat-derajat pada hadits diantaranya adalah sebagai berikut:
i.     Hadits Shahih adalah hadits yang cukup sanadnya dari awal sampai akhir dan oleh orang-orang yang sempurna hafalannya.[3] Banyak hadits-hadits shahih yang disampaikan oleh perawi (orang yang menyampaikan) tanpa meragukan kekuatan nilai dari hadits tersebut. Perawi hadits shahih yang terkenal adalah Bukhari dan Muslim.
ii.   Hadits Hasan adalah hadits yang dari segi hafalan perawinya kurang dari hadits shahih.[4] Perawi dari hadits Hasan biasanya akan dibantu oleh keterangan-keterangan dari perawi lainnya.
iii.Hadits Dha’if adalah hadits yang tidak bersambung penyampaian hadits-nya. Derajat hadits ini dianggap lemah karena urutan penyampaian hadits dari Nabi Muhammad SAW hingga perawi yang menyampaikannya tidak bersambung secara langsung.
Hadits dalam kehidupan sehari-hari sering kita gunakan sebagai pedoman, misalnya dalam menunaikan shalat. Al-Quran tidak secara spesifik menjelaskan tata cara melakukan shalat secara baik dan benar. Hadits yang berasal dari perbuatan, ucapan, dan takrir Nabi Muhammad SAW disampaikan kepada kita sehingga kita dapat mengetahui tata cara melakukan shalat. Banyak hal yang diatur di dalam hadits agar kita dapat mengikuti apa yang dialakukan oleh Nabi Muhammad SAW dalam menggapai ridha Allah SWT.


c.       Ijma’: pengertian, metode, dan penerapanya
Ijma’ adalah suatu kesepakatan bersama ulama pada zaman setelah Nabi Muhammad SAW tentang hukum yang belum dijelaskan di dalam al-Quran dan hadits. Ijma’ dapat terjadi setelah melewati zaman Nabi Muhammad SAW, seperti zaman sahabat, tabiin, maupun tabiut tabiin. Ada beberapa macam metode dalam melaksanakan ijma’, yaitu:
i.     Ijma’ bayani/sharih, yaitu ijma’ yang terjadi baik dengan perkataan maupun perbuatan. Ketika seorang ulama mengatakan suatu hukum kemudian ulama lainnya sependapat dengan apa yang ia katakan, maka terjadilah ijma’.
ii.   Ijma’ sukuti, yaitu ijma’ yang terjadi baik dengan perkataan maupun perbuatan. Ketika seorang ulama mengatakan suatu hukum kemudian ulama lainnya hanya diam dan tidak mengingkari dengan apa yang ia katakan, maka terjadilah ijma’.
Penerapan Ijma’ dalam kehidupan yaitu kesepakatan bersama ulama-ulama besar dalam menentukan sesuatu yang belum memiliki kesamaan dalam pelaksanaannya, seperti menentukan awal dan akhir puasa.
d.     Ijtihad: pengertian dan penerapannya
Ijtihad adalah usaha sungguh-sungguh yang dilakukan oleh ahli agama untuk mencapai suatu putusan (simpulan) hukum syarak mengenai kasus yang penyelesaiannya belum tertera dalam al-Quran dan sunnah.[5] Usaha yang bertujuan untuk mencapai suatu kesepakatan tentang hukum  akan menghasilkan kesepakatan yang kuat dan diterima oleh khalayak banyak sehingga hal-hal yang tidak dijelaskan dalam al-Quran dan hadits dapat dimengerti.
Ijtihad banyak dilakukan oleh ahli maupun ulama dalam berbagai askpek kehidupan, seperti dibidang ekonomi, sosial, ilmu pengetahuan, dan ilmu agama.

3.      Penutup
Al-Quran dan hadist merupakan sumber ajaran Islam yang paling inti karena berasal dari firman Allah SWT yang dipertegas oleh perbuatan dan ucapan Nabi Muhammad SAW. Ijma’ dan ijtihad menjadi sumber ajaran Islam ketika al-Quran dan hadits tidak menjelaskan secara rinci. Sumber ajaran Islam ini jika diketahui, dipelajari, dipahami, dan diamalkan oleh kita maka Allah SWT akan menjanjikan kepada kita hari akhir berada di surga-Nya kelak.

4.      Daftar Pustaka
Hamid, Syamsul Rijal. 1990. Kitab Pintar Populer Tentang Islam. Jakarta. Pustaka Amani.
M.A., Hoetomo. 2005. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya. Mitra Pelajar.
https://muslim.or.id/19712-mengenal-ijma-sebagai-dasar-hukum-agama.html


[1] Hoetomo M.A., Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Mitra Pelajar, 2005), hal 24.
[2] Syamsul Rijal Hamid, Kitab Pintar Populer Tentang Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 1990), hal 77.
[3] Syamsul Rijal Hamid, Kitab Pintar Populer Tentang Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 1990), hal 78.
[4] Syamsul Rijal Hamid, Kitab Pintar Populer Tentang Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 1990), hal 79.
[5] Hoetomo M.A., Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Mitra Pelajar, 2005), hal 191.

0 comments:

Post a Comment

Copyright © Personal Blog | Powered by Blogger

Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com